Minggu, 28 November 2010

Adat Istiadat Aceh Tamiang Adat Kampung Seruway Ikhlas


ADAT ISTIADAT SUKU
PERKAMPUNGAN TAMIANG

A.     Latar Belakang Terbentuknya Adat
Adat merupakan nama pola prilaku masayarakat yang terbentuk tidak sengaja dan terjadi berulang-ulang, namun lama-kelamaan diterima dan ditata secara sadar dan kemudian mengikat menjadi suatu ketentuan (hukum adat).
Adat istiadat awal mulanya terbentuk melalui interaksi sosial yang bersifat dinamis yang semula dibentuk dalam suatu tindakan, prilaku atau perbuatan yang dianggap baik dan kemudian diterima oleh semua pihak, tindakan atau perbuatan yang terjadi berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Bagi suku perkampungan tamiang adat dan hukum adat merupakan salah satu “alat penunjuk arah” yang ampuh untuk menentukan sikap dan tingkah laku dalam pergaulan sehari-hari, sesuai dengan ungkapan “Urang cadek adat macam kapai cadek kemudi” (orang yang tidak punya adat seperti kapal tidak punya nahkoda). Sehingga orang akan selalu bersikap dan bertingkah laku dalam batas-batas yang telah dibenarkan oleh adat dan hukum adat seperti ungkapan “tande belang ade batehnye, tande empus berantare pagar” yang berarti sagala sesuatu itu mempunyai aturan dan batas-batas wewenang tertentu.

B.     Adat Perkawinan (Menempatke Anak)
Ada beberapa perkawinan pada suku perkampungan tamiang :
  1. Kawin berimpal yaitu perkawinan antara anak abang (anaknya yang laki-laki) dengan anak adik yang perempuan (anaknya yang perempuan) karena ini merupakan kehormatan untuk kaum biak istri maupun dari kaum biak suami. Andaikata tidak dijodohkan. Apabila ada pihak lain yang ingin melamar, maka ibu gadis itu harus terlebih dahulu menanyakan kepada semua anak dari semua abang si ibu apakah diantara mereka ada yang ingin mempersunting anaknya. Apabila tidak ada yang berkeinginan untuk kawin berimpal tersebut maka barulah boleh diterima lamaran dari pihak lain.
  2. kawin sewali dan kawin sesuku
dalam suku perkampungan tamiang dilarang kawin sewali karena ini menyalahi adat, oleh sebab itu jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi haruslah melaksanakan “nyelahi adat” berupa seekor kambing lengkap dengan rempahnya, beras 7 are (7 bambu), kain putih serta uang yang diserahkan kepada raja melalui datok kampung. Tapi sekarang di sesuiakan dengan nilai uang yang berlaku dan diserahkan kepada pemuka adat. Perlengkapan tadi dikendurikan untuk anak yatim sedangkan kain putih diserahkan kepada imam (orang yang mengurus masalah agama di desa).
  1. kawin lari
yaitu cara perkawinan yang dilakukan oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang hendak berumah tangga. Hal ini terjadi karena jalinan kasih sayang yang sangat mendalam dari kedua insan tersebut dan ketika hendak memasuki tahapan perkawinan, lamaran dari pihak laki-laki ditolak oleh keluarga sigadis dengan berbagai alasan.
  1. kawin sumbang
yaitu suatu perkwinan yang dipaksakan oleh adat akibat dari perbuatan pasangan tersebut yang sumbang dipandang menurut adat. Perkawinan ini terjadi pada orang yang telah bercerai, apakah ia janda yang menjalin kasih dengan lajang lain, dengan bekas suaminya ataupun dengan suami orang lain. Dan duda yang menjali kasih dengan bekas istrinya ataupun dengn istri orang lain. Dalam hal ini jalinan kasih mereka diketahui oleh orang lain maupun pemuka adat. Untuk menjaga agar tidak menjadi umpatan dan bahan cerita orang banyak maka dipaksa untuk kawin. Hal ini tidak boleh ditolak dan harus diterima.

C.     Pelaksanaan pesta perkawinan
Proses-proses perkawinan antara lain :
  1. Dudok pakat
Yang menghadiri duduk pakat ini adalah seluruh sanak keluarga datok, imam dan orang-orang kampung. Orang yang melaksanakan pesta perkawinan tersebut menyerahkan pelaksanaan pemufakatan dan pelaksanaan pesta perkawinan tersebut kepada datuk sebagai tiang adat dan imam sebagai pengampu hukum.
  1. dudok kerja
sejak meulai nyeraye sanak keluarga dari jauh meupun dari dekat baik dari pihak ibu maupun dari pihak ayah tel;ah sama bekerja . oleh sebab itu suku perkampungan tamiang dalam duduk kerja tidak boleh dipesan. Tetapi harus diberitahu langsung oleh yang akan melaksanakan kerja tersebut. Bila hal itu dilalaikan bisa menyebabkan putus saudara.
  1. Dudok berinai
Pada malam berinai resmi yang telah disetujui oleh wali karung dan istri datok, calon pengantin melaksanakan malam berinai dirumah masing-masing.
  1. Ngantar mempelai
Sebelum diantarkan kerumah pengantin, mempelai laki-laki dihias. Namun kadang-kadang setelah tiba ditempat pengantin wanita segera digantikan pakaiannya yang sesuai denga pakaian yang tengah dipakai oleh pengatin wanita. Ditengah ruangan telah pula disiapkan sirih tapak yang akihir, yaitu kala naik tanda dulu sirih tapak tiga saat peminangan, maka sirih naik mempelai dinamakan “sirih emas dan sirih balai” yang terdiri dari empat tapak. maka genaplah sirih itu menjadi tujuh tapak sesuai dengan adat perjanjian.
Dalam sirih emas disediakan batil perak berisi mahar, bingkisan sesalin pakaian dan bingkisan kain titi. Setelah pengantin laki-laki selesai dihias, tok telangke dari pihak mempelai laki berangkat duluan dengan rombongan memawa sirih emas dan sirih balai (sirih besagh) menghadap tok telangke pihak perempuan yang telah siap menanti / menerima beserta puak kaom biakselingkagh.
Sireh yang di isi / dibayar dengan kue-kue (pulot dan rasidah) yang diisi dalam dalong/talam. Berapa jumlah tepak yang dibawa oleh pihak pengantin laki-laki maka begitu jugalah banyaknya talam yang diberikan kepada rombongan ketika hendak pulang. Kue-kue ini disebut dengan kue balas emas. Ketika kemudian hari pihak mempelai laki-laki hendak mengembalikan talam kue oleh tok telangke, kue-kue tersebut ditaksir berapa harganya lalu tok teulangke sambil mengembalikan talam memberi uang sesuai dengan harga taksiran tersebut kepada tetuhe adat pihak perempuan. Uang ini akan diserahkan kepada kaum kerabat yang telah menyediakan/membuat kue tersebut.
Dibelakang menyusul pengantin laki-laki dengan segala pengirngnya. Sewaktu pengantin laki-laki keluar dari pintu maka tok imam membacakan do’a dan selawat nabi yang disambut oleh hadirin bersama-sama serentak.
  1. Nerime mempelai (menerima mempelai)
Setelah tok telangke dengan rombongannya yang membawa sirih emas dan sirih balainya (sirih besagh) diterima dengan khidmat dan dletakkan ditempat yang disediakan. Pihak keluarga pengatin perempuan sudah pula mengerti bahwa sebentar lagi pengantin laki-laki akan tiba, maka tuhe pengampe atau bidan pengantin segera mempersiapkan pengatin perempuan untuk didudukan diatas pelaminan. Apabila kedua mempelai berada dijarak yang berjauhan, maka mempelai laki-laki setelah tiba didaerah pengantin, rombongan pengantar diteduhkan dahulu (diberi tempat istirahat) sejenak dirumah kaom kerabat pengatin perempuan sementara menunggu isyarat dari pihak penerima. Di tempat inilah bidan pengantin wanita datang merias mempelai laki-laki dengan pakaian adat. Setelah mendapat isyarat.
Setelah mendapat isyarat mulailah rombongan mempelai laki-laki bergerak menuju rumah pengatin. Seketika itu terdengar pula salawat ngatar bersahut-sahut yang didengunkan oleh pengantar mempelai. Maka tok telangke dengan rombongan orang tuha-tuha wanita dari pihak pengantin turun kehalaman menuju depan pekarangan untuk mengadakan “jemput resem” tuha jemput resem bersama penjual payung dengan sirih corong jemput resem menyongsong mempelai laki-laki yang telah tiba/menanti pada tempat tertentu. Didepan pekarangan tok telangke segera mendapatkan mempelai, dimana mempelai telah diapit oleh tuha wanita pengampe.
Mempelai disambut oleh tuha-tuha penyambut dari pengantin perempuan dengan saling menyerahkan sirih dan para pemuda menyambutnya dengan silat pelintau (rebas terbang) dan para gadis melakukan tarian persembahan. Kemudian turai mandah dan selako antara kedua tok selangke (telangkai datang telangke menanti).
  1. Nabar beras dan padi
Di depan rumah/tangga naik, linto diistirahatkan sebentar. Karena haruslah disambut dengan beras padai oleh seorang laki-laki tua (seharusnya perempuan dari kaum kerabat pengantin) yang bijak dan pandaio mengatakan/mengucapkan rangkaian kata-kata bidal dan kias yang mengandung harapan dan sempena (do’a) terhadap diri mempelai sembari beras padi itu di taburkan ke atas payung mempelai dan diucapkan kata-kata :
“Bismillahirahmannirrahim, pujo kepada Allah selawat kepada Nabi, tuah pucuk suloqh, patah tumboh hilang beganti, tumbuh macam rebong, satu jadi due, due jadi banyak. Berempek, berimbun, rua bebeku-beku, bemate-mate, bertunes-tunes, tunas bertayabang , cabang beperedu, kecik bebesa rendah tinggi. Miskin bekaye, huje bemulie, alah bise karene sempene, alah do’e karene biase. Tabi’at tabi’i pusake lame, dari batu nini hidup rukon damai, laki istri makbul pinte, murah rejeki lenja ke tuhe. Alhamdulillah telangke” puje kepada Allah, selawat ke Nabi sileke naik tok telangke.
  1. Naik Mempelai.
Mempelai segera diapit naik dengan penuh kehormatan dan terus dibawa keruang yang telah disiapkan dan didudukkan diatas tempat yang tersedia. Diatas tilam pandak beralaskan tikar sepuluh berlapis. Mempelai dikelilingi oleh sanak dan famili yang turut mengantar, juga seorang tua yang memiliki keahlian untuk pagar badan agar mempelai tidak diguna-guna sewaktu melaksanakan akad nikah.

D.     Peminangan
  1. Penyiapan sirih besar. Setelah bisik ngerisik, dan telah diterimanya sirih mimpi, maka pihak pemuda/pemudisegera menetapkan tok telangke (orang yang mewakili pihak laki-laki untuk meminang gadis secara resmi).sedangkan telangke dari pihak sigadis untuk mewakili penerimaan pinangan. Bagi pihak pemuda dinamakan “menurunkan sirih” dan bagi pihak sigadis menerima sirih dinamakan “naik sirih”.
Proses peminangan haruslah telah diketauhui oleh kepala adat dari kedua belah pihak. Oleh sebab itulah penetapan telang harus diberitahukan kepada datuk dengan membawa sirih secorong dan kain pinggang (kain sarung) yang nantinya akan diberikan kepada telangke.
Sirih besar ini dipersiapkan oleh sanak keluarga (wali hukum, wali adat, wali karung) sebanyak tiga atau lima tepak yang berisi lengkap sebagaimana yang telah ditentukan oleh adat. Oleh sebab itu sirih ini dinamakan sirih adat (resam adat) kelima tepak tersebut adalah :
-         1 tepak sirih peminang / sirih besar (sirih pembuka kata)
-         1 tepak sirih ikat ikat janji
-         1 tepak sirih pengiring
Sedangkan pihak calon pengantin juga telah menanti 3 tepak sirih yaitu :
-         1 tepak sirih nanti
-         1 Tepak sirih ikat janji
-         1 tepak sirih tukar janji
Bila pada saat ngantar sirih besar dibawa tepak maka pada saat ngantar, mempelai (dihari pesta perkawinan) dibawa sirih dua tepak lagi sebagai sirih balai (sirih besar) dan sirih mas, dan bila sewaktu ngantar sirih dibaw tiga tepak maka pada saat ngantar mempelai di bawa sirih sebanyak 4 tepak sehingga jumlahnya menjadi tujuh tepak. Namun demikian, tatap merupakan kesepakatan yang ditanyakan pihak laki-laki pada saat peminangan berap jumlah yang diucapkan oleh pihak perempuan, demikianlah yang harus dibawa.

E.      Ngantar Sirih besar.
Sirih yang telah dipersiapkan di dalam tepak yang juga beserta cicin tanda sewaktu akan melakukan nurunke sirih besar, terlebih dahulu di letakkan di atas tikar lapis sepuluh berkasap dan ditempatkan di tengah ruangan rumah. Dimana telah hadir pemangku adat dan orang-orang patut serat kaum keluarga.
Pada saat ini wawak dekat dari siayah akan menyampaikan maksud untuk mengantarkan sirih besar ini kerumah sigadis sesuai mufakat sewaktu bisik dan dijawab dengan sirih mimpi.
Setibanya di rumah gadis, pihak gadis akan berkata sesamanya tidak ditunjukkan langsung kepada yang penyorong yaitu “ganjel betol juge tamu kite ne, ikogh nye duluan maju”
Untuk itu diperlukan orang yang harus pandai bersilat lidah maka ia akan pandai bersilat lidah maka ia akan menjawab dengan pantun.
Hujan lah ari rintik-rintik
Tumbuh cendawan gelang kaki
Kami ne seumpame telogh itik
Kasih ayam make menjadi
Dalam prose peminangan ini orang tua pihak laki-laki tidak boleh hadir demikian juga dengan orang tua pihak perempuan juga tidak diperkenankan untuk mencampuri urusan majelis peminangan, segala urusan ditangani oleh wali atau tok telangke.
Percakapan pada saat mengantar sirih dengan memakai pantun :
Tumbuh kemiri di dalam dulang
Uratnye besa sileh menyileh
Dudok kami dudok bebilang
Karena hajat nak gegaji sirih

Sorong papan tarik papan
Sampai kelembah tetumbok duri
Pinang menghadap sirih menyembah
Jari sepuluh menjunjong duli

Pihak perempuan menyambut
Kedudok didalam dulang
Urat berjalor-jalor
Dudok kita dudok bebilang
Adat yang mane kite keluarke

Sorong papan tarik papan
Buah langsat dalam peti
Sireh sorong belum dimakan
Maye hajat didalam hati
Pihak laki-laki
Mahaf sedare-sedare
besagh gunung lebih besagh maksud yang kami kandung
tinggi gunung lebih tinggi harapan yang kami gantong ke
yelah sebabnya kami datang kehini
kami dengagh sedare urangnya ‘arif lagi bijaksana
tau diklas, tau diumpame jabat adat dan kebiasaan
pemegang janji dan kate-kate dulu sampai kinine sape salah
sape di timbang adat dan syara’ jadi pegangan.

Udah lah ye.....
Besaghlah sudah anak mas di rumah, sikulok name pemuda
Umogh sudah setahun gagong, darah sudah setampok pinang
Laki-laki lajang menjadi hutang emak ayah
Jadi tanggongan seluroh keluarge

Baru sebagian hutang dibayar
Pertama : kerat pusat dan berayon
Kedue : berkhitan sunat rasul
Ketige : mengaji khatam qur’an
Keempat : diajagh sopan santun

F.      Ikat Janji
Bila pinangan telah secara resmi diterima. Masa selanjutnya adalah mengadakan mufakat mengenai ketentuan yang harus dipenuhi ketika peresmian perkawinan. Setelah selesai peminangan dan telah sepakat segala sesuatu telah diterima bertukar tandapun sudah dilakukan maka pihak laki-laki menyorong tepak janji guna membuat sesuatu kesepakatan dalam bentuk perjanjian tentang :
  1. Hari Nikah. Mengantar sirih besar. Jumlah mas kawin (mahar)
  2. Mengantar mas kawin. Hari bersanding dan lain yang dianggap perlu sesuai kesepakatan.
Dalam ikat janji ini adakalanya disepakati untuk mengadakan upacara lebih dahulu. Apabila jarak antara pernikahan dengan bersanding (pesta perkawinan) tidak bersamaan, maka dinamakan “Nikah Gantung”
Apabila dalam perkawinan ini yang dinikahi adalah adik dari pihak perempuan sementara si kakak belum bersuami, maka dikenakan lagi mahar langkahan istilahnya “langkah bendol” yaitu yaitu pihak laki-laki harus membayar di luar maharnya kepada sikakak sesuai dengan perjanjian yang disepakati, misalnya : emas satu mayam, kain sesalin dan lain-lain.

G.    Masa Bertunang
Waktu ikat janji yang ditetapkan lamanya masa antara ikat janji dengan pelaksanaan perkawinan (masa bertunangan) lamanya masih tidak tentu, karena kebiasaan ditamiang pesta perkawinan ini dilaksanakan setelah selesai menuai padi (siap ngetam) pada saat ini tok telangke memberi pengarahan kepada pihak-pihak dimana dalam masa pertunangan ketempat-tempat mana saja yang tidak boleh dikunjungi. Yaitu, kerumah keluarga sigadis baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Maka dengan demikian dalam tenggang waktu ini si pemuda dan sigadis tidak boleh bertemu karena ini akan menyalahi resam (benci resam) karena dalam kias tamiang “jangan ngeleh songkok sengek atau jangan ngeleh sangol sengek”
Sanksi bagi siapa yang mengingkari janji adat ini dalam masa bertunangan diantara salah satu pihak, maka pihak yang ingkar di denda sesuai adat, yaitu :
  1. membawa pulut kuning beserta kelengkapan lainnya yang diserahkan kepada tetuhe adet.
  2. tetuhe adat memberi nasehat kepada kedua belah pihak keluarga yang telah melanggar tersebut.

H.    Serah Terima Sirih Emas
Sebelum pengantin dinaikkan maka tok telangke mengadakan lebih dahulu serah terima “sirih emas dan sirih balai” menurut adat istiadat dan perjanjian. Disatu pihak duduk tok telangke dan pihak yang lain duduk pula sekalian wali kaom wareh pihak pengantin perempuan yang akan menerima penyerahan sirih emas ; saling berhadapan dengan tok telangke dan rombongannya. Setelah memakan sirih penjemput dari tuan rumah, dalam penyerahan ini telangke sekali lagi bersilat lidah dengan wakil tetuhe penerima yang dihadiri oleh datok beserta imam.
I.       Naik dan Bersanding
Telangke memberitahukan kepada bidan pengantin/pengampe agar “nyandengke mempele” segera dapat dilaksanakan. Setelah pengantin perempuan duduk di atas pelaminan, maka telangke membawa mempelai perempuan duduk di atas pelaminan. Maka telangke membawa mempelai yang diiringi oleh kaum kerabatnya (orang yang menemani mempelai biasanya sahabat dekat) menuju ruang pelaminan untuk bersanding.

J.      Tepung Tawar
Acara tepung tawar dilakukan oleh tua-tua yang ada hubungan keluarga baik dari pihak laki-laki maupun perempuan sebanyak 3 orang, 5 orang, atau 7 orang. Biasanya dalam jumlah yang ganjil, yang pertama melaksanakannya adalah orang tua pengantin perempuan yang kemudian diikuti oleh orang-orang tua lainnya dan setelah selesai pihak pengantin perempuan diteruskan oleh pihak mempelai laki-laki.
Cara pelaksanaan pesejuk (tepung tawar) ini adalah : pertama dengan mengucap selawat atas janjungan Nabi Besar Muhammad SAW dilanjutkan dengan menabur (beroteh/padi atau gabah yang digonseng) kepada kedua mempelai dengan posisi mengikuti arah jarum jam. Kemudian dilanjutkan dengan memercikkan air dengan berbagai daun yang telah disediakan dan menyuntingkan pulut di kepal dengan tangan dan diletakkan/diselipkan ditelingasebelah kiri dan sebelah kanan kedua mempelai.

K.    Santap Adap-Adap.
Setelah selesai upacara tepung tawar maka kedua pengantin diturunkan dari pelaminan dan didudukan di halaman pelaminan dikelilingi oleh keluarga kedua belah pihak untuk santap bersama.

Pakaian pengantin
Warna dasar pakaian adalah merah saga, hijau daun atau kuning. Bahan dasar bagi orang yang mampu adalah beludru
1.      Pakaian Pengantin Laki-laki
  1. Detar, Tengkulok
  2. Cuping, lingkar, renda, umbai (kelengkapan hiasan datar dan tengkulok
  3. Serati (hiasan Umbai dada)
  4. Pending (ikat pinggang dari emas atau perak)
  5. Kelat bahu, terapang, kain sesamping betekat, selempang, capal jepit selendang, bowor/tumbok lada.
  6. Tepak (sclepe sirih sombui pengantin)
2.      Pakaian pengantin perempuan
  1. hiasan sanggul tegang lintang, bunga gerak rempa, gunjai, jejak murai.
  2. Kerabu (subang), kelat bahu, kebaya panjang betekat (besulam benang emas)
  3. Sarung betekat, rantai serati, selendang kain betekat, gelang tangan dan kaki., cincin, taggul pengikat hiasan sanggul, selop kerucut bertekat.

D.    ADAT MEMPERSIAPKAN KELAHIRAN BAYI
Untuk menunggu kelahiran anak pertamanya biasanya pengantin baru tinggal dirumah mertua(orang tua pihak perempuan) sampai menunggu kelahiran. Sudah menjadi kebiasaan bagi suku perkampungan tamiang dimana pada saat usia kehamilan 5 sampai 7 bulan maka emak dari pihak laki-laki beserta sanak saudara datang menjenguk menantu yang sedang hamil membawa nasik dan lauk-pauknya. Nasi biasanya nasi minyak yang dibunbus dengan daun pisang yang sudah layu. Pada saat ini juga dilakukan pesejok (tepung tawar)oleh keluarga ibu pihak laki-laki.

E.     MELAHIRKAN BAYI
Untuk anak pertama biasanya segala biaya yang diperlukan untuk persalinan ditanggung oleh orang tua siperempuan, sedangkan mertua (orang tua silaki) hanya memberi sumbangan berupa uang dan kebutuhan sehari-hari pada masa hari-hari pertama kelahiran bayi.

F.      CUKUR RAMBUT
Setelah bayi berumur satu minggu atau menurut kondisi rambut yang dibawa oleh bayi sejak lahir. Bila rambut ini lebat dan tebal dilakukan mencukur rambut dan terkadang dilakukan sekaligus pada saat menurunkan tanah, dimana usia bayi mencapai 44 hari. Namun kebiasaan bagi masyarakat tamiang selalu mengambil hari ganjil seperti usia bayi 41 hari, 43 hari atau 45 hari. Pada saat cukur rambut ini juga dilakukan kenduri menurut kemampuan kadang kala juga sekalian dengan hakikah
G.    Menurun tanahkan anak (turun dapogh)
Dalam kebiasaan adat suku perkampungan tamiang, anak yang baru dilahirkan sampai usia 41 hari, 43 hari atau 45 hari. Pelaksanaan turun tanah dimulai dari mempersiapkan bayi, kemudian bayi digendong oleh orang yang alim dan terpandang yang memberi sempena agar sibayi kelak nanti menjadi orang alim, bijaksana dan terpandang dalam masyarakat. Untuk bayi laki-laki digendong oleh laki-laki dan bayi perempuan digendong oleh perempuan dan dipayungi dengan payung berwarna kuning yang melambangkan turunan dari orang baik. Bayi yang digendong dibawa turun dari rumah yang didampingi yang memegang payung kemudian ada seseorang yang menaruhkan kelapa di atas payung. Kemudian kelapa tersebut dibelah yang sebagian dilembarkan kesebelah halaman kanan dan sebagian lagi dilembarkan kesebelah halaman kiri.
Perlakuan ini bermakna agar kelak tidak mudah mendengar sesuatu yang mengerikan. Selesai pembelahan kelapa, bayi terus digendong dibawa kehalaman rumah dan dengan cepatnya memegang pedang lalu menebas dan mencincang pohon pisang terlebih dahulu yang sudah ditanam di halaman rumah. Untuk anak perempuan acara menebas pohon pisang tidak dilakukan, karena memotong pisang perlakuan ini memberi sepena sebagai anak laki-laki harus menjadi kepala keluarga kelak. Turun tanah ini biasanya dimeriahkan dengan marhaban / mengayunkan anak dan menabalkan nama anak oleh orang ‘alim.

H.    Adat Turun Kesawah (belang)
Dalam suku perkampungan tamiang bertanime rupakan mata pencaharian yang utama yaitu dengan bercocok tanam pada/. Namun sebagai pertanian sampingan juga diusahakan menanam palawija dan holtikultura(tanaman sayur-sayuran) tanaman padi yang dilakukan adalah padi sawah (belang) dan padi ladang (padang atau hume), dalam usaha pertanian ini juga harus mengikuti berbagai persyaratan dan tahapan-tahapan. Padang (hume) merupakan ladang dikaki bukit ataupun dikaki gunung, yang dikerjakan melalui penebangan hutan(membuka hutan). Tahap awal dilakukan musyawarah dan tetuhe yang lebih mengetahui seluk beluk tentang hal yang akan dihadapi dan untuk menetapkan jadwal untuk memulai kegiatan dan menentukan tempat mana yang akan dibuka.
Setelah hasil musyawarah sepakat maka dilakukan kenduri untuk merintis areal dan membuka hutan yang tujuannya agar terhindar dari segala hambatan dan mara bahaya baik dengan binatang buas maupun dengan makhluk halus sebagai penunggu hutan sewaktu mengerjakan lahan. Kenduri dilakukan berdasarkan kondisi hutan, pembukaan areal seperti ini biasanya antar waktu pengerjaan areal sampai pada waktu musim tanam diatur sedemikian rupa sehingga dapat tepat waktu.
I.       Menyemai benih (ngerendok)
Selain bepadang,  kelaziman masyarakat tamiang menanam padi disawah (di belang). Selain tahapan-tahapan diatas pada saat menanam ketua atau tetuhe belang akan menentukan pada saat kapan dilakukan penyemaian benih (menabur benih= nukai benih) dalam bahasa tamiang disebut “ngerendok” perlakuan inipun tetap dimulai dengan kenduri. Pekerjaan nukai benih dilakukan dengan gotong royong yang sifatnya bergantian, berpindah dari satu tempat pemilik ke pemilik yang lain. Hal ini bagi suku perkampungan tamiangtelah menjadi suatu ikatan kekerabatan. Dalam melakukan suatu pekerjaan di desa bukan saja dalam kegiatan turun sawah akan tetapi sampai pada membuat rumah dilakukan dengan gotong royong, namun sekarang kebiasaan ini sudah mulai berubah.

J.      Mempersiapkan lahan
Pekerjaan berikutnya setelah selesaingerendok (nukai benih) dilakukan persiapan lahan tanam yaitu membajak sawah. Hal ini juga sering dilakukan dengan gotong royong sehingga memulai penanamanpun akan serentak. Hal inipun sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pengembangan tanaman padi, dimana dengan perlakuan seperti ini dapat menghindari tanaman dari segala serangan hama dan penyakit.

K.    Menanam
Umur bibit ± 60 hari (dua bulan) berarti, bibit telah siap untuk ditanam disawah. Untuk itu bibit segera dicabut dari tempat persemaian dalam bahasa tamiang disebut “nyabut rendok” yang kemudian dibawa kesawah, biasanya tempat persemaian benih tidak jauh dengan lahan persawahan agar memudahkan pengangkutan bibit.

L.     Kenduri Ulat
Pada saat padi bunting yaitu telah hampir mengeluarkan bulir kira-kira pada umur ± 4 bulan setelah tanam (yang merupakan jenis padi lokal) oleh ketua belang menganjurkan untuk melakukan kenduri ulat. Kenduri ulat ini dilakukan digubuk (suro) dengan bahan yang dikendurikan berupa bubur beras dan kadang-kadang juga dicampur dengan jagung, sisa makanan dari kenduri dikumpulkan jadi satu kemudian dipercikkan kesetiap sudut petaksawah.
Makna dari kenduri ini adalah untuk menjauhkan tanaman pada dari hama dan penyakit, terutama hama ulat dan memberi makanan padi yang lagi bunting (menurut legenda bahw padi berasal dari manusia) sehingga pada saat bunting ia menginginkan sesuatu makanan/mengidam seperti manusia juga.

M.  Mengetam
Mengetam adalah suatu proses pemanen padi dengan cara memotong tangkai padi jenis lokal dengan memakai alat yang diberi nama “gelim” (ani-ani)
N.    Kendiuri pulang belang
Setelah selesai semua pekerjaan sawah (berbelang=berhume) dan berladang (berpadang), tetuhe belang atau ketua belang menginstruksikan kembali untuk malaksanakan kenduri pulang belang artinya kenduri sebagai pertanda selesai melakukan kegiatan menanam padi untuk mengambil berkat atas segala rezeki yang telah diberikan Allah dengan harapan pada musim yang akan datang Allah memberi lagi rezeki, dan dalam berbelang dapat terhindar dari segala serangan hama dan penyakit.

4 komentar: